Sunday, February 06, 2011

Habis Gelap Terbitlah Terang

21 Januari 1901


(Kepada Nyonya Abendanon)

Telah lama dan telah banyak saya memikirkan perkara pendidikan, terutama dalam beberapa waktu yang akhir ini, dan pendidikan itu saya pandang kewajiban yang mulia dan suci, sehingga saya pandang suatu kejahatan jika saya menyerahkan tenaga kepada usaha mendidik itu, sedangkan saya belum mempunyai kecakapan yang penuh. Haruslah ternyata dahulu adakah saya sanggup menjadi pendidik atau tidak. Pendirian saya, pendidikan itu ialah mendidik budi dan jiwa. Biarpun tiada orang yang tak bersebang hati akan saya, sekali-kali saya tiada akan senang akan diri saya sendiri, sesudah jadi guru, lalu saya merasa tidak sanggup melakukan kewajiban saya menurut barang yang sepatutnya diperbuat oleh pendidik yang baik, seperti saya kehendaki.

Rasa-rasanya kewajiban seorang pendidik belumlah selesai jika ia hanya baru mencerdaskan pikiran saja, boleh dikatakan selesai; dia harus juga bekerja mendidik budi meskipun tidak ada hukum yang nyata mewajibkan berbuat demikian, perasaan hatinya yang mewajibkan berbuat demikian. Dan saya bertanya kepada diri saya sendiri: sanggupkah saya? Saya, yang masih perlu juga lagi dididik ini? Acapkali saya dengar orang berkata, bahwa kehalusan budi itu akan datang dengan sendirinya, jika pikiran sudah cerdas, bahwa oleh pendidikan akal budi itu dengan snedirinya menjadi baik dan halus; tetapi setelah saya perhatikan maka saya berpendapatan. --sungguh kecewa-- bahwa tiadalah selamanya benar yang demikian itu; bahwa tahu adab dan bahasa serta cerdas pikiran belumlah lagi jadi jaminan orang hidup susila ada mempunyai budi pekerti.

Dan orang yang tetap tiada berbudi, biarpun pikirannya sudah cerdas benar, tiadalah boleh dipisahkan benar, karena umumnya pendidikannyalah yang salah; orang telah banyak, bahkan sudah sangat banyak mengikhtiarkan kecerdasan pikirannya, tetapi apakah yang telah diperbuat orang akan membentuk budinya? Suatupun tiada!

Dengan sepenuh hati saya benarkan pikiran suami Nyonya, yang demikian jelasnya tertulis dalam surat edaran tentang perkara pengajran bagi gadis Bumiputra: Perempuan itu jadi soko guru peradaban! Bukankarena perempuan yang dipandang cakap untuk itu, melainkan oleh karena saya sendiri yakin sungguh bahwa dari perempuan itu pun mungkin timbul pengaruh yang besar, yang besar akibatnya, dalam hal membaikkan maupun memburukkan kehidupan, bahwa dialah yang paling banyak dapat membantu memajukan kesusilaan manusia.

Dari perempuanlah pertama-tama manusia itu menerima didikannya --di haribaannyalah anak itu belajar merasa dan berpikir, berkata-kata: dan makin lama makin tahulah saya, bahwa didikan yang mula-mula itu bukan tidak besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia di kemudian harinya. Dan betapakah ibu Bumiputra itu sanggup mendidik anaknya, bila mereka itu sendiri tiada berpendidikan?

Karena itulah saya sangat gembira akan maksud yang mulia itu hendak menyediakan bagi gadis Bumiputra pendidikan dan pengajaran; sudah lama saya maklum, bhawa itulah saja yang dapat mengubah kehidupan kami perempuan Bumiputra yang sedih ini. Dan pengajaran untuk gadis-gadis itu bukan kepadaperempuan itu saja akan mendatangkan rahmat, melainkan pun kepada masyarakat Bumiputra seluruhnya.


[Habis Gelap Terbitlah Terang, karya Armijn Pane, halaman 78-79, Penerbit Balai Pustaka]

No comments: